BANJARBARU, klikkalsel.com – Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) menyoroti penjualan antibiotik tanpa disertai resep dokter di apotik atau toko obat. Hal ini sebagai langkah upaya mencegah penyalahgunaan obat dan mengurangi risiko serius resistensi anti-mikroba yang kini menjadi ancaman kesehatan.
Melalui kegiatan Advokasi Pengendalian Antimicrobial Resistance (AMR) bersama lintas sektor di Banjarbaru, Rabu (26/11/2025), BBPOM mengimbau semua pihak agar memperkuat komitmen bersama untuk menekan penyalahgunaan antibiotik tanpa resep dokter.
Sebab penyalahgunaan antibiotik tanpa resep dokter dinilai masih tinggi di fasilitas pelayanan kefarmasian. Plt Kepala BBPOM Kota Banjarbaru, Ary Yustantiningsih menekankan, pengendalian AMR harus dilakukan secara bersama dan terintegrasi melalui kolaborasi lintas sektor.
“Kami mengundang beberapa lintas sektor dan organisasi profesi untuk membangun satu komitmen bersama terkait pelaksanaan aksi pengendalian antimikroba resisten. Tujuannya adalah mendukung pelaksanaan Rencana Program Komunikasi Nasional (RPCMN) tahun 2025—2029,” ucapnya.
Ary menegaskan pentingnya mengendalikan penjualan antibiotik tanpa resep dokter yang saat ini masih cukup tinggi di sejumlah sarana pelayanan kefarmasian.
“Harapannya program lintas sektor ini bisa disinergikan untuk menekan penjualan antibiotik tanpa resep. Setiap pemangku kepentingan nanti akan melakukan pembinaan dan pengawasan di lapangan, sehingga persentase penjualan antibiotik tanpa resep bisa ditekan seminimal mungkin,” tegasnya.
Baca Juga : Poliklinik Terapung Polairud Layani Warga Basirih, Puluhan Masyarakat Dapat Pengobatan Gratis
Dia menjelaskan, resistensi antimikroba menjadi ancaman serius yang disebut sebagai “silent pandemic”, karena dapat menyebabkan antibiotik tidak lagi efektif mengobati infeksi.
Kondisi itu berpotensi menimbulkan peningkatan angka kesakitan bahkan kematian akibat penyakit infeksi.
“Jika resistensi ini meningkat, masyarakat yang sakit akan sulit sembuh karena tubuh tidak merespon lagi terhadap antibiotik. Ini berbahaya dan harus kita cegah,” jelasnya.
Dia juga menegaskan bahwa masyarakat harus mulai disiplin dalam penggunaan antibiotik sesuai aturan medis.
“Masyarakat harus memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu. Antibiotik tidak boleh dikonsumsi sembarangan, harus berdasarkan resep dokter. Itu adalah goal kami,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ary menyampaikan kebijakan nasional terkait pengendalian AMR telah diatur melalui Instruksi Presiden dan Rencana Aksi Nasional sejak tahun 2021 hingga 2024, dan kini dilanjutkan melalui periode 2025–2029.
BBPOM sebagai lembaga pengawas obat dan makanan berkomitmen penuh menjalankan pengawasan distribusi obat golongan keras, termasuk antibiotik.
“Badan POM berperan dalam pengawasan obat dan tergabung dalam gugus tugas pemberdayaan KFF. Kami berupaya mengendalikan resistensi antimikroba sesuai tugas dan fungsi pengawasan,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi





