Tahukah Anda Sejarah Asal Mula Kampung Basirih? Simak Penjelasan Sejawaran

Potret pemukiman masyarakat Kota Banjarmasin Tempo dulu dipesisir sungai (internet)

“Pada umumnya di wilayah Banjarmasin, hanya wilayah Basirih yang menghasilkan pasokan dominan komoditas ini,” tuturnya.

Di sisi lain, Kampung Basirih merupakan desa yang strategis sebagai sektor perdagangan. Posisi Kampung Basirih di tepi Sungai Martapura yang bermuara di Sungai Barito dan Laut Jawa.

Sungai Basirih juga menghubungkan jalur pedalaman dengan anak-anak sungai seperti antasan, saka, tatah dan lain-lain.
Dalam perkembangan zaman, terjadi perubahan sistem dan pengaruh yang berdampak pada suatu kota.

Baca Juga : Membuka Sejarah Wilayah Liang Anggang dan Asal Muasal Namanya

Baca Juga : Sejarah Sejumlah Peristiwa Besar di Bulan Ramadhan Hingga Perang Banjar

“Pada awalnya kawasan Kampung Basirih dihuni oleh masyarakat Dayak Ngaju dengan kepercayaan kaharingan, kemudian dinamika terjadi ketika Islam menyebar ke wilayah Basirih dan sekitarnya,” ceritanya.

Islam berkembang begitu pesat di wilayah tersebut, sehingga Basirih juga mendapat predikat baru sebagai Kampung Habaib atau Tuan Guru.

Predikat desa ini muncul selain dari keberadaan komoditas sirih, Kampung Basirih juga merupakan lokasi domisili ulama yang telah lama dianggap oleh masyarakat sekitar sebagai tokoh penyebar agama Islam, yaitu Al Habib Hamid bin Abbas Bahasyim.

Sebelum hadirnya Al Habib Hamid bin Abbas Bahasyim, ada ulama atau habaib yang pernah berdakwah di muara hingga pedalaman desa Basirih kepada masyarakat Ngaju.

Didukung dengan keberadaan kawasan Basirih yang merupakan kawasan hutan dataran rendah dan juga memiliki anak-anak sungai yang saling terhubung satu sama lain. Apalagi letaknya yang tidak jauh dari muara sungai Barito, membuat kawasan ini terbuka bagi pendatang.

“Mengapa Kampung Basirih dipilih sebagai tujuan dakwah oleh para habib? Padahal, di kawasan Banjarmasin terdapat kawasan strategis lainnya seperti Kampung Kuin, Kampung Arab, Kampung Melayu hingga Kampung Alalak,” ujarnya.

Bahkan, kata dia Kondisi geografisnya tidak jauh berbeda dengan desa-desa (kampung-kampung) lain yang dialiri oleh sungai-sungai besar dan anak-anak sungainya.

“Salah satu hipotesis mengapa Kampung Basirih dipilih sebagai tujuan dakwah Islam karena bertujuan untuk mengislamkan suku Dayak Ngaju yang mendiami daerah ini,” jelasnya.

Penyebaran Islam dilakukan melalui dakwah dan perkawinan dengan penduduk setempat. Hal ini dilakukan oleh kakek Al Habib Hamid bin Abbas Bahasyim yaitu Habib Abdul Kadir Assegaf yang semasa hidupnya hidup berdampingan dengan masyarakat, hidup berdampingan dengan masyarakat Suku Ngaju.

Para habaib pada awalnya bertempat tinggal di beberapa tempat atau wilayah di sekitar Kampung Basirih, yaitu di muara sungai dan di pertigaan dan perlintasan jalur sungai menuju muara.

“Di kawasan itu merupakan tempat kegiatan Suku Ngaju sehingga mudah untuk mengadakan pendekatan personal atau kolektif,” paparnya.

Jalur atau aliran sungai di kawasan Basirih cukup banyak. Itulah yang melatarbelakangi penamaan kampung-kampung sekitarnya seperti Kampung Antasan Bondan, Saka Mangkuk, Simpang Jelai dan lain-lain.

“Selain di kawasan Basirih, di kawasan Antasan dan Saka, masyarakat Ngaju tinggal. Wilayah itu dipilih oleh para habaib untuk mengemban misi dakwah Islam dan Islamisasi. Kampung basirih ini pada mulanya dihuni oleh masyarakat Ngaju, kemudian kedatangan para ulama atau habaib untuk menyebarkan Islam dalam sistem dakwah berubah setelah masuknya ajaran Islam yang disebarkan oleh para habib melalui perkawinan,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi