Politisi Oligarki

Kadarisman.

Oleh: Kadarisman (Pemerhati Sosial di Tanjung Tabalong)

Politisi tak pernah bisa peduli. Baginya adl kalkulasi untung rugi. Soal rakyat hanyalah diskusi basa basi. Kekuasaan adl roti yang boleh dibagi untuk keluarga sendiri.

Politik tak mengenal meritokrasi. Cerdas berkapasitas tak laku dijual di sini. Di sini tempat orang2 pemberani menjul harga diri dan hati nurani. Sekolah tak perlu tinggi. Kumpulkan duit walau itu hasil mencuri. Beli suara untuk kursi, kau sedang diwakili para politisi pandai berhalusinasi.

Mereka tertawa Hahahihi. Berbagi kuasa bukan didasari meritokrasi. Bila kau ketua partai, ketua-ketua di kelengkapan dewan sudah pasti kau kuasai. Orang yang ditunjuk akan diukur nasabnya, anak sendiri, famili, atau menantu sendiri.

Politisi oligarki. Negeri ini memang sudah diwariskan untuk sanak famili, atau pihak lain yang punya duit untuk membeli. Kita pun Pemilik negeri yang legitimasi, namun sudah dibeli dengan sebungkus nasi. Kita tak berhak bersuara dengan gagah berani, karena kita orang2 yang terbeli. Menyedihkan sekali!

Partai politik gagal mengemban amanah pembawa pesan. Parpol hadir mestinya memberikan pencerahan memberikan pendidikan perpolitikan. Bukan sebaliknya, menjadi kuda tunggangan dan sapi perahan. Dikuasai hanya melegalkan transaksi jabatan di kantor dewan.

Cara kita menentukan wakil di rumah rakyat menunjukkan kita telah gagal. Gagal dalam banyak hal. Mereka tahu, kita hanya butuh sedikit duit untuk mengisi kekuasaan dengan amburadul. Kau dengar istilah setan gundul? Siapa yang tanggung jawab ketika rakyat dijadikan tumbal. Suaranya diambil, namun ketika masalah rakyat muncul mereka tak pernah mau timbul. Heh!

Kostestasi dan suksesi politik tidak lagi layak disebut pesta rakyat. Kontestannya tak perlu beradu konsep dan nalar bagaimana kita tidak melarat. Satu-satunya program kebaikannya adalah kasih ongkos buat nyoblos yang kau sangka hebat. Mereka hanyalah kaki tangan konglomerat. Jadi jangan merasa sudah memilih orang yang tepat.

Kalau boleh saya pesan. Jadilah pemilih yang tidak mata duitan. Jangan menukar recehan untuk masa depan. Masa di mana impian anak cucu mendapat hidup yang sesuai harapan. Jangan tergiur calon yang miskin gagasan tapi tahu kelemahan kita yang mata duitan. Mereka merebut kuasa hanya untuk memuluskan kepentingan memainkan perizinan.

Kita ini punya daerah yang kaya. Kita punya negara yang kaya. Punya tanah subur luas tak terkira. Tapi kenapa harga bawang melambung ke angkasa. Kita punya Pertamina dan lainnya, tapi kenapa gas melon selalu langka.

Kita punya BPJS, tiap bulan kita iuran bukan gratis. Tapi kenapa ketika opname selalu ada saja obat tak tersedia alasannya habis. Kau mesti beli sendiri di luar agar keluargamu tak semakin kritis.

Satu satunya yang dilakukan hanya ikhlas. Karena kalau tidak hanya akan membuat kau menangis. Tidak sadarkah kita, bahwa ada yang salah urus karena kita pun salah coblos!

Sebentar lagi akan ada pilkada. Dan pastikan, bahwa demokrasi kita tidak untuk para oligarki yang sudah punyai rencana. Tahukah engkau apa rencananya? Membuat singasana untuk politik dinasti mereka. Kelak kita dipimpin raja di sebuah negara demokrasi, kok bisa!?

Wallahu’alam bissawab.

Tinggalkan Balasan