Diprediksi Masuk Musim Penghujan, Lahan Masih Tetap Terbakar

Kebakaran Hutan dan Lahan di Tambak Buluh Trikora, Kota Banjarbaru.(foto : nuha/klikkalsel)

BANJARBARU, klikkalsel – Setelah beberapa hari curah hujan di Kalimantan Selatan (Kalsel) menurun, Wilayah sekitaran Banjarbaru ikut berimbas dan kembali terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), Rabu (23/10/2019).

Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kalsel, Wahyuddin menjelaskan sebenarnya cuaca di Wilayah Kalsel mengalami penurunan, dan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan saat ini sudah masuk musim penghujan, yaitu di dasarian bulan Oktober ini.

“Sebenarnya tiap hari terjadi hujan di Kalsel, tetapi di wilayah Banjarbaru dan Banjarmasin jarang terjadi,” ujarnya.

Hujan buatan sebenarnya masih terus dilakukan dari Kalimantan Tengah (Kalteng), tetapi Kalsel sendiri hanya mendapatkan jatah 800 Kg garam.

Kalimantan Barat sudah berhasil sehingga tidak ada lagi titik api, hujan buatan lebih banyak dilakukan di Wiliyah Kalteng untuk memadamkan titik api. Saat ini tinggal Wilayah Kalsel dan Kalteng yang masih terjadi Karhutla.

Dalam minggu ini menurut BPBD Kalsel, khusus untuk Banjarbaru dan sekitarnya mengalami cuaca sangat panas, sehingga muncul lagi titik api dan hari ini terdapat sekitar 6 titik di Banjarbaru.

“Kami tidak melakukan pemadaman pada pagi hari, kalau ditinggalkan api kembali menyala, jadi kita basahi dari jam 13.00 Wita sampai jam 18.00 Wita,” kata Wahyuddin.

Hasil pembasahan oleh BPBD Kalsel, khusus daerah gambut bisa mengurangi dampak kabut asap. Tetapi walaupun sudah dibasahi api terus mendadak bermunculan pada siang hari.

Kendala selanjutnya dalam mengurangi titik api adalah para petani yang membakar jerami bekas panen, petani membakar lahan agar memutus mata rantai hama serta menjadi pupuk.

“Mereka sudah bertanya kepada saya, sebenarnya jawabannya bukan dari BPBD, tetapi dari Dinas terkait dalam hal ini Dinas Pertanian. Bagaimana agar lahan tetap subur dan produksi pertanian tidak menurun,” terang Wahyuddin.

Wahyuddin menuturkan bahwa petani pernah mematuhi aturan tidak membakar jerami selama satu kali musim tanam, namun ternyata saat panen turun drastis mencapai 40% hasil produksinya.

“Akhirnya mereka tetap membakar dikarenakan tidak ada solusi, karena dalam perundang-undangan tentang Lingkungan Hidup 2 hektar lahan boleh, kita berpacu kesana sepanjang memberikan batas lahan yang ingin dibakar, serta menjaga kearifan lokal,” pungkasnya.

Saat ini helikopter Water Boombing telah habis masa kontraknya, pihak BPBD Provinsi Kalsel masih mengajukan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tetapi belum ada jawaban, alternatif kedua BPBD Kalsel yaitu dengan menggeser heli yang ada di Wilayah Kalbar dan Kalteng. (Nuha)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan